Tuesday, July 10, 2007

The Darkest Nights

“Against You, You only, I have sinned and done what is evil in Your sight, so that You are justified (may be in the right) when You speak and blameless when You judge.”
Psalm 51:4 NASB

Dari ayat di ataslah kisah tentang satu malam tergelap bagi jiwa bermula. Ayat yang menggemakan perkataan yang sangat terkenal dari raja Daud kala ia bertobat dari dosanya yang begitu keji di mata Tuhan. Dosa yang menuntun suatu bangsa (dan juga hidupnya sendiri) dalam gempuran dendam yang mengeringkan tulang. Meskipun dalam kekacauan total itu pertobatan sejatinya tetap tinggal yang kemudian mengukuhkan dirinya sebagai “a man after God’s own heart”, meskipun dia kemudian dipulihkan kembali oleh Tuhan, pastilah kala itu raja Daud berhadapan dengan salah satu malam tergelap bagi jiwanya …


“The best of God’s saints have their nights; the best of God’s children have their nights,” Charles Spurgeon pernah berkata dan kita tahu kita akan setuju dengan perkataannya bukan? Kita bukan bicara tentang kesulitan hidup sehari-hari yang harus dijalani, dimana meskipun sulit tetapi masih “bisa ditangani”. Kita semua punya hal-hal seperti itu, anak Tuhan atau bukan. Itu hanyalah realita hidup di dunia yang sudah jatuh. Dunia ini bahkan punya berbagai cara dan metode yang sangat ampuh untuk menghadapi itu semua, meskipun penyelesaian dunia tidak pernah tuntas karena tidak menyentuh realita dosa, tetapi hal-hal seperti itu masih bisa ditanggung setiap orang, anak Tuhan atau bukan.

Tetapi setiap anak Tuhan tahu satu malam tergelap bagi jiwanya dimana kegelapan yang meliputi begitu pekat dan tanpa belas kasihan menantang keberadaan iman yang dikaruniakan Tuhan kepadanya. Malam yang menggoncangkan seluruh sendi-sendi kehidupannya dan dengan kejam melumpuhkan seluruh akal budi dan jiwanya.

Tumit Achilles
Kita tahu mitologi Yunani yang berkisah tentang Achilles, seorang pemuda gagah perkasa yang mampu menghadapi musuh terkuat sekalipun dengan kemenangan yang gemilang. Itu semua berkat pencelupan yang nyaris sempurna oleh ibunda tercinta di masa balita, agak mirip dengan Obelix bukan-gendut-hanya-montok yang tercebur dalam panci ramuan ajaib di kala bayi. Sayang, ibunda menyisakan bagian tumitnya. Dan itulah yang menjadi titik kelemahan Achilles satu-satunya. Dia mati saat sebatang panah melesat dan mendarat di tumitnya.

Kita semua punya “tumit Achilles” itu. Sekuat apapun kita, sehebat apapun kita, sesuci atau semulia apapun kita. Cukup satu bidikan telak pada “tumit Achilles” itu dan habislah semuanya tanpa tersisa. Meskipun “tumit Achilles” bagi tiap orang berbeda-beda, tapi semua punya itu, akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa. Sehingga sebetulnya tidak ada orang yang berhak meremehkan pergumulan orang lainnya hanya lantaran “tumit Achilles” orang lain berbeda dengan “tumit Achilles”-nya. God deals with each and everyone of us totally individually.

Bagaimana “tumit Achilles” bisa menjadi malam tergelap bagi jiwa anak-anak Tuhan?

Sebab Segala Sesuatu….
“…adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia. Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya.”
Roma 11:36 LAI


"Ultimately, everything is between the LORD and myself..."

Tidak ada yang bisa melukai kita lebih dalam daripada orang-orang yang kepadanya kita percaya akan cintanya. Seorang musuh di medan pertempuran yang hendak menusukkan tombaknya yang tajam tidak akan menghancurkan kita. Justru tindakannya akan membuat kita semakin keras melawan. Semakin berani kita berjuang dan bertahan. Tetapi bayangkan jika yang kau lihat mengarahkan tombak itu kepadamu adalah sosok orang yang kau ketahui rela mati untukmu, orang yang begitu mengasihimu melebihi jiwanya sendiri. Sebelum tombaknya mencapai tubuhmu, jiwamu sudah hancur lebur terlebih dahulu. Engkau akan sudah mati sebelum itu. Begitulah tibanya malam-malam tergelap bagi jiwa anak-anak Tuhan…

Seorang musuh akan terasa wajar sekali membencimu. Kalau tidak begitu, dia bukanlah musuhmu. Tapi apa rasanya jika Pribadi kepada siapa satu-satunya kau gantungkan harapanmu, seluruh hidup dan sumber kekuatanmu tercatat: “Behold, he is in your power, only spare his life.” Job 2:6 NASB. Dia yang berkuasa memusnahkan si jahat dengan sempurna justru membiarkan kekejian si jahat memasuki kehidupanmu. Dia yang bisa mengatur pagi dan petang membiarkanmu di kegelapan pekat yang tak jua berakhir. Dia yang bisa menyembuhkan lukamu justru membiarkan tusukan-tusukan mematikan menghujam luka yang masih berdarah. Tidak ada malam segelap malam itu.

GOD is…
Diantara teriakan tanpa putusmu yang berseru, “Mengapa?!”, tak terdengar satupun jawaban atas pertanyaan. Tak terdengar satupun penjelasan. Yang ada hanya kebisuan. Kegelapan. Keputusasaan. Tak perlulah disebutkan dengan lengkap apalagi yang ada, hanya akan semakin mematikan, bukan?

Kau ingat saat orang Israel berteriak memohon pembebasan Tuhan dari kejamnya perbudakan Firaun, yang kemudian terjadi adalah perlakuan yang lebih kejam lagi akibat permintaan Musa kepada Firaun untuk membebaskan mereka. Kau ingat prajurit Narnia yang terakhir yang terluka parah di pertempuran terakhir. Seruan mereka pada Aslan dijawab dengan tibanya malam yang semakin memojokkan mereka di sudut kandang celaka itu. Kau ingat Kristus yang berada di Getsemani berdoa pada BapaNya, cawan itu tidak lalu dariNya.

Tetapi, hei… ada sesuatu yang begitu aneh disini! Semakin jauh kegelapan meliputimu, semakin dalam muncul hal ini dalam jiwamu, “GOD is good. GOD is so good. HE is good to you.” Seperti seekor nightingale yang bernyanyi di malam pekat sesuatu itu dengan lembutnya menembus kegelapan yang mengerikanmu. Dari semua hal yang pernah kau tahu tentangNya yang bisa kau ingat hanyalah yang satu itu. Bahwa Tuhan Allah itu baik kepadamu.

Ia tidak menjawab pertanyaanmu. Ia hanya berkata, “I have come to die for your sins. I have come to count you as righteous. I never forsake you,” dan diantara semua itu ini yang terindah, “I never abuse you, I delight in you. I know your Achilles’ heels but I never abuse it and instead delight in it for you, because I know what it will make you.” Itu saja yang perlu engkau tahu di dalam segala ketidakmengertianmu.

Soldier of Narnia
Seorang prajurit Narnia. Dengan luka pada jantungnya. Berdiri dan memandang ke sekelilingnya. Melihat kematian dimana-mana. Dia menolak menjadi sama. Dengan mereka yang tergeletak di sana. Mati karena tidak percaya. Bahwa Aslan pasti tiba. Aslan yang selalu setia..
Seorang prajurit Narnia. Mengangkat kembali senjatanya. Ada Aslan di sana. Memimpin pertempuran terakhirnya. Menjejerkan semua prajurit terbaiknya. Terbaik bukan karena kehebatan mereka. Tetapi karena ada tanda Aslan pada jantung mereka. Tanda seorang prajurit Narnia.


“Therefore, those also who suffer according to the will of God shall entrust their souls to a faithful Creator in doing what is right.”
1 Peter 4:19 NASB

No comments: