Wednesday, July 18, 2007

What Language Do You Use?

Dalam satu lecture yang saya ikuti dalam beberapa minggu terakhir ini, salah satunya bertema “ Thinking in Pictures: Autism and Visual Thought” yang diadakan Pdt. Joshua Lie (Reformational Worldview Foundation), ada beberapa hal menarik yang saya pelajari. Bukan tentang penderita Autism, meskipun itu juga menarik. Bayangkan saja sekarang ini diperkirakan bahwa satu dari sepuluh orang mengalami autism. Suatu jumlah yang tidak bisa diabaikan bukan?

Tapi yang saya bagikan ini bersumber dari satu pertanyaan tentang kecenderungan keharusan penguasaan bahasa yang lebih dari satu bagi banyak anak-anak di masa sekarang ini. Singkat saja. Ada dua point menarik yang Pak Lie sampaikan dari pertanyaan itu.


Mother Tounge
Pak Lie menjelaskan bahwa sangat penting bagi seorang anak yang belajar berbagai bahasa untuk mulai dari satu bahasa dasar yang akan menjadi akar bagi bahasa-bahasa lain yang diharapkan untuk dikuasainya. Tanpa adanya bahasa dasar (mother tounge) ini, seorang anak akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi yang akhirnya bisa berdampak lebih jauh bagi perkembangan dirinya karena tidak dilatih menyampaikan pikiran dan perasaannya dengan baik.

Di masa sekarang ini tidak sedikit anak-anak yang sejak dini dilatih agar bisa paling tidak bilingual. Saya pun termasuk kategori ini, meskipun tidak dengan dipaksa oleh orangtua saya. Kebetulan saya sangat suka membaca dan lewat bacaan-bacaan inilah saya dilatih ber-bilingual. Saya juga mengamini penjelasan Pak Lie di atas karena saya menyadari salah satu faktor penolong saya belajar that second language adalah karena mother tounge saya cukup memadai, baik bahasa tulis maupun verbal.

Tapi satu hal yang membuat saya agak prihatin adalah betapa sedikitnya orangtua yang peduli akan bahasa dari Alkitab bagi anak-anaknya. Bahasa cinta Tuhan bagi kita semua. Kalaupun peduli, seringkali hanya sejauh membawa anak-anak mereka ke Sekolah Minggu dan menyerahkannya kepada guru-guru disana ataupun lewat persekutuan-persekutuan yang ada. Padahal itulah mother tounge yang paling dasar bagi setiap anak darimanapun dia berasal. Ah… mungkin ini hanya penyampaian pikiran yang basi. Sudah terlalu banyak pastinya hal-hal ini disampaikan dari dulu.

Understand the Language Philosophy
Point kedua yang ingin saya ingat selalu adalah Pak Lie mengingatkan bahwa setiap bahasa memiliki filosofinya sendiri-sendiri. Menggunakan satu bahasa berarti mengadopsi filosofi yang terkandung di dalamnya. Sehingga akan menjadi satu peringatan bagi para orangtua yang berambisi agar anak-anaknya menguasai lebih dari satu bahasa tanpa mereka sendiri memahami filosofi yang ada pada bahasa-bahasa itu.

Akibatnya adalah, meskipun berbicara dalam bahasa yang sama, tetapi dengan pemikiran yang tidak sama karena perbedaan filosofi yang dianut. Contoh sederhana mungkin adalah second generation dari kaum imigran. Dimana para anak mereka sudah begitu beradaptasi dengan filosofi yang dianutnya dari mother tounge mereka, sementara para orangtuanya masih lekat dengan filosofi mother tounge mereka yang jelas berbeda dengan si anak. Jika para orangtua ini tidak memahami filosofi yang terkandung dalam mother tounge anaknya, maka akibatnya adalah meskipun mereka bisa berkomunikasi dengan anak-anak mereka menggunakan mother tounge anak-anak mereka, tetapi pembicaraan mereka tidak akan bersambung.

Bicara tentang hal ini saya terpikir bahwa kitapun bisa “tidak nyambung” dengan Tuhan. Ada satu artikel dari John Piper berjudul “How To Query God”, disana disampaikan oleh John Piper bahwa jangan berpikir bahwa kita bisa seenaknya bertanya pada Tuhan. Senang sekali bahwa contoh yang digunakan John Piper adalah nabi Zacharias, karena sudah beberapa lama saya sering bertanya mengapa dia langsung dibuat bisu akibat pertanyaannya pada Tuhan yang disampaikan lewat malaikat Gabriel.

Saya terpikir bahwa “filosofi bahasa” yang kita gunakan pada Tuhan seringkali tidak tepat seperti yang disampaikan John Piper. Kita bisa bicara tentang satu ayat yang sama dalam Alkitab dengan hasil yang berbeda. Ada orang-orang yang tahu begitu banyak tentang Alkitab, tapi apa yang mereka kerjakan ternyata tidak bersambung dengan Tuhan sehingga dikatakanlah oleh Tuhan, “May will say to Me on that day, ‘Lord, Lord, did we not prophesy in Your name, and in Your name cast out demons, and in Your name perform many miracles?’ And then I will declare to them, ‘I never knew you; DEPART FROM ME, YOU WHO PRACTICE LAWLESSNESS.’” Matthew 7:22-23 NASB.

Banyak orang yang ingin mengerti kebenaran firman Tuhan, tetapi tanpa perkenanNya, yang dimengerti bukannya akan memimpin pada kebenaran, tetapi semakin menyesatkan. Banyak orang ingin mengerti kebenaran semata-mata demi pengetahuan itu sendiri tanpa merindukan Sang Kebenaran yang sejati.

May the LORD grant us the humble and sincere heart in understanding His words. What language do you use today to speak to the LORD? May it be His…

1 comment:

Anonymous said...

Hi Avichayil, salam kenal. Thanks for sharing khotbah P'Joshua Lie khususnya soal penggunaan bahasa. Jadi anak kecil seharusnya diajari (dibiasakan) utk menguasai bahasa ibu dulu ya, baru kemudian setelah mantap di-expose bahasa2 lainnya.

Selain pentingnya memahami bahasa Alkitab, poin lain yg saya tangkap dari ringkasan khotbah yg kamu tulis ialah perlunya pemahaman filosofi suatu bahasa sebelum membawa anak belajar bahasa tsb. I can't agree more with it. Kalau ada sermon Pak Lie yg lain, bilang2 yah... :) / Emil