Thursday, August 09, 2007

Kesempatan

Minggu yang lalu waktunya berkunjung lagi ke tukang potong rumput…eee… rambut (!) langgananku. Berangkatnya dengan malas tapi mesti. Sudah kurang lebih empat bulan ini potongan rambutku tidak karuan lantaran hairdresser langgananku cabut dari tempat potong itu. Dua kali rambut yang tidak seberapa ini dibabat hairdresser yang berbeda-beda dengan hasil semakin menciutkan hati saat menatap bayangan di cermin. Well, manis sih… kalo diliat dari jarak paling sedikit satu kilo, hehehe…

Rupanya Tuhan hari itu tahu tekad bulatku untuk kembali memberanikan diri bereksperimen dengan hairdresser manapun yang tersedia. Tidak terlalu memusingkan bagaimana penampilanku nanti karena beauty is only skin deep, yang penting rapi (ehm… rapi apa “rapi”?). Dan… aku dihadiahiNya seorang hairdresser yang tahu persis apa yang kuharapkan. Cekatan, kooperatif dan it is very likely he could be the replacement for my previous lovely hairdresser (God bless wherever she is now!). But… ada satu hadiah lagi dari Tuhan hari itu buatku. Hadiah yang baru kusadari telah kuterima kala di malam harinya aku berbincang-bincang denganNya.


Beberapa bulan yang lalu sepulang dari tempat potong-memotong itu aku diliputi rasa gundah yang dalam. Ketidakcocokkan dengan hairdresser yang menangani rambutku berakhir dengan rasa jengkel yang pastinya terlukis jelas di raut wajah dan perlakuanku padanya. Aku mengambil alih proses pengeringan rambut meskipun dengan tetap berbicara baik-baik padanya. Malam itu aku menyesal sekali dengan sikapku dan berjanji pada Tuhan kalau aku kembali ke tempat potong itu, aku akan meminta hairdresser yang sama untuk menggunting rambutku dan aku akan memperlakukan dia dengan cara yang berbeda. Aku akan lebih sabar dan tenang menghadapi dia. Tak dinyana, hairdresser yang menangani rambutku beberapa bulan kemudian adalah dia juga! Baru malam itu aku sadar orang yang sangat menjengkelkan buat aku beberapa bulan yang lalu adalah orang yang jadi hairdresser andalanku kini! Siang itu kami saling bercerita tentang banyak hal dengan begitu enak, harap ada kebenaran tentang Kristus yang bisa didengarnya. Tak habis-habisnya aku berterima kasih pada Tuhan yang telah memberikan kesempatan kepadaku untuk berekonsiliasi dengan hairdresserku cara yang begitu indah. Aku jadi berpikir tentang arti kesempatan…

Kesempatan… sesuatu yang sangat didambakan begitu banyak orang, bahkan dengan rasa putus asa. Aku kenal seorang tua yang menghabiskan tahun-tahun terakhirnya merenungkan berbagai kesempatan untuk jadi lebih kaya lewat bisnisnya, tetapi semua bisnis itu gagal total. Setiap hari bapak tua itu sering termenung-menung memikirkan hidupnya sekarang. Berbagai kesempatan yang hilang di depan mata akibat salah perhitungannya.

Masih lekat di ingatanku satu dering telpon di satu malam, seorang ibu yang aku kenal bertanya dengan nada gundah, “Ehm… maaf Tante telpon malam-malam, kamu lagi sibuk?” Setelah kuyakinkan si Tante bahwa tidak masalah dengan telponnya itu, meluncurlah kata-katanya…“Si Oom pergi, baru saja. Kami bertengkar. Dia membuang makanan-makanan yang ada di meja. Tante coba cegah, tapi akibatnya dia jatuh. Tante dikejar-kejar dengan sapu di tangan, sampai hansip Tante panggil karena takut. Tante sedih sekali karena kami berpisah seperti ini. Kalau malam ini si Oom kenapa-kenapa, Tante tak akan sanggup menghadapi. Padahal Tante sudah bertekad memperlakukan dia dengan lebih baik akhir-akhir ini. Tante menyesal, benar-benar menyesal…”

Hatiku tertusuk sangat dalam mendengar uraian yang disampaikan diantara isakan tangisnya. Aku kenal pasangan ini sudah lama dan sudah lama pula turut berdoa dengan keluarga ini untuk si Oom agar kembali pada Tuhan. Aku berdoa dalam hati memohon Tuhan membantuku dalam situasi si Tante dan satu kalimat yang keluar dari mulutku, “Tante, kalau Tante memang betul-betul menyesal dan sudah meminta ampun pada Tuhan, percayalah Tuhan sudah mengampuni. Berharaplah pada Tuhan untuk memberikan kesempatan lagi bagi Tante untuk berbaikan dengan Oom. Apa yang sudah lewat tidak bisa diapa-apakan lagi, tapi buatlah kisah yang baru mulai dari saat ini.”

Tuhan yang tahu betul hati si Tante malam itu memberikan kembali kesempatan untuk kembali memikul salibNya berelasi dengan si Oom. Malam itu dering telpon kedua dari si Tante yang kembali diiringi dengan isakan kecil, tapi kali ini penuh dengan ucapan syukur, “Si Oom sudah pulang, Tante akan ingat kata-kata kamu, terima kasih!”

Aku termenung beberapa jam setelah itu, betapa indahnya orang-orang yang diberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya. Aku teringat satu kisah di Alkitab “The Adulterous Woman” di injil Yohanes (John 8). Satu kisah yang sangat unik dan tidak terdapat di injil-injil lainnya. Seorang perempuan yang telak-telak kedapatan berzinah. Herannya hanya perempuan itu yang dibawa ke hadapan pengadilan, padahal mana ada perzinahan dilakukan sendirian?! Tercium bau busuk konspirasi disini! Perempuan ini hanyalah alat para so called pemuka agama untuk mencobai Kristus. Betapa menyakitkan menghadapi kenyataan seperti itu. Tapi lihat bagaimana Kristus membereskan semua masalah itu sekaligus, luar biasa…! Terngiang-ngiang terus perkataanNya, “I do not condemn you, either. Go. From now on sin no more.” – John 8:11 NASB

Tentang Menghakimi
Aku belajar banyak hal lewat kisah itu. Seringkali jiwa menghakimiku lebih kuat dibandingkan dengan kasihku terhadap sesama yang tengah berduka akibat kesalahannya. Aku tak ubahnya teman-teman Ayub yang menambahkan cuka pada luka Ayub yang sudah sedemikian dalamnya. Meskipun awalnya datang untuk menghibur, tetapi begitu membuka mulutnya mereka tak kuasa lagi menghakimi Ayub tanpa sebetulnya tahu duduk persoalan yang sebenarnya. Itulah mungkin sebabnya salah satu pesan Kristus yang terakhir kepada para murid-muridNya adalah “A new commandment I give to you, that you love one another…” dan mengingatkan bahwa “Vengeance is Mine. I will repay.”

Tentang Arti Kesempatan
Aku juga belajar tentang arti kesempatan, baik memberi kesempatan ataupun diberi kesempatan. Kalau Kristus yang adalah Tuhan selalu memberikan kesempatan bagi orang-orang berdosa untuk kembali kepadaNya, dalam kapasitas yang Dia berikan, akupun sudah pada tempatnya memberi kesempatan pada orang lain memperbaiki kesalahan mereka. Bukan karena aku lebih benar, tapi justru karena akupun sebetulnya tak ubahnya seperti mereka kalau bukan karena anugerahNya. Bukan hal yang mudah. Apalagi terhadap orang yang sudah berulang kali menghadirkan luka dan kesulitan dalam hidup kita. Tapi penebusan Kristus memampukan kita untuk itu. Memampukan kita untuk terus mengasihi dan memberikan kesempatan kepada orang lain yang bersalah kepada kita untuk memperbaiki kesalahannya, di dalam pertobatannya tentu. Dan kalau Tuhan mengabulkan permohonan kita agar diberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahan kita, jangan pernah menyia-nyiakannya. Seringkali kegembiraan mendapatkan apa yang kita inginkan membuat kita terlupa akan apa yang harus kita buat untuk mengisinya.

Menanti Kesempatan
Seorang penderita kanker di gerejaku terus memohon pada Tuhan untuk menyembuhkan penyakitnya. Menanti terus saat Tuhan membebaskannya dari penyakit itu. Mengingatkanku bagaimana seringkali kita juga terus menantikan saat kesempatan datang pada kita. Saat kita diberi kesempatan memperbaiki kesalahan kita. Tetapi apa yang kita lakukan untuk mengisi waktu penantian tersebut? Melukis kisah yang baru. Daripada terus menanti kapan kesempatan itu tiba, mulailah dari sekarang juga melakukan apa yang akan kita lakukan kalau kesempatan itu tiba pada kita. Hiduplah dengan satu kepercayaan bahwa Tuhan selalu memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan kepada orang-orang yang sungguh-sungguh bertobat dari kesalahan-kesalahannya. Oleh karena itu hiduplah sebagai orang-orang yang sudah diberikan kesempatan, bukan menanti terus hingga kesempatan itu tiba. Karena di dalam Kristus, kesempatan itu pasti akan tiba, sesuai dengan waktuNya yang sempurna.

No comments: